Etos Kerja Umat Islam dan Indonesia

Pandangan Etos Kerja Menurut Islam

Etika atau etos  yang berarti watak, kesusilaan, sikap, kepribadian, adat serta keyakinan dalam melakukan suatu hal. Sikap ini tidak hanya dimiliki oleh Individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat yang dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Dalam Islam etika/ ethos dianggap sebagai akhlak (budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat seseorang) yakni tingkah laku atau perlakuan manusia ke arah kebaikan dan kemanfaatan hidup. Dalam Islam pengertian dari  definisi kerja dapat dibagi dalam dua bagian. Pertama, kerja dalam arti umum yaitu semua bentuk usaha yang dilakukan manusia baik da lam hal materi atau non materi, intelektual atau fisik maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniaan dan keakhlr-atan. Kedua, kerja dalam arti sempit ialah kerja untuk memenuhi tuntutan hidup manusia berupa sandang, pangan dan papan yang merupakan kebutuhan bagi setiap manusia dan muaranya adalah Ibadah.

Banyak ayat dalam Al-Quran dan Hadits tentang bekerja. Dalam QS At Taubah 105 disebutkan bahwa “Dan katakanlah bekerjalah kamu. maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” Dengan kata lain Islam sangat membenci kepada orang yang malas dan bergantung pada orang lain. Sikap ini diperlihatkan Umar bin Khattab ketika mendapati seorang sahabat yang selalu berdoa dan tidak mau bekerja. “Janganlah seorang dari kamu duduk dan malas mencari rizki kemudian Ia mengetahui langit tidak akan menghujankan emas dan perak”. Rasulullah SAW pun senantiasa berdoa kepada Allah agar dijauhi sifat malas, sifat lemah dan berlindung dari Allah,”dan saya berlindung ke-pada-Mu dari siksa kubur dan dari ujian hidup dan malu” (HR Abu Daud).

Secara normatif, seharusnya kaum muslim khususnya di Indonesia memiliki etos kerja tinggi. Mengapa? Karena Islam mengajaran agar umatnya memiliki etos kerja yang sangat hebat dengan senantiasa menciptakan produktivitas dan progresifitas di berbagai bidang dalam kehidupan ini. Institute Swiss, World Competitiveness Book (2007)  memberitakan bahwa pada tahun 2005, peringkatproduktivitas kerja Indonesia yang sebagian besar umat Islam ber ada pada posisi 59 dari 60 negara yang disurvei. Atau semakin turun ketimbang tahun 2001 yang mencapai urutan 46. Sementara itu negara-negara Asia lainnya berada di atas Indonesia seperti Singapura (peringkat 1). Thailand (27), Malaysia (28). Korea (29). Cina (31). dan Filipina (49).

Urutan peringkat tersebut berkaitan juga dengan kinerja pada dimensi lainnya yakni pada Economic Performance pada tahun 2005 berada pada urutan buncit yakni ke 60. Business Efficiency (59). Dan Gouernment Efficiency (55). Hal ini diduga kuat bahwa semuanya itu karena mutu sumberdaya manusia Indonesia yang tidak mampu bersaing. Juga mungkin kaerna faktor budaya kerja yang juga masih lemah dan tidak merata.

Ada sebuah hadits Nabi yang sangat mendorong umat Islam untuk menjadi produsen dari kemajuan. Hadits tersebut memiliki makna “barangsiapa yang hari Ini lebih baik dari hari kemarin maka sesungguhnya dia telah beruntung dan  barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka sesungguhnya ia telah merugi dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka sesungguhnya ia terlaknat”. (al-Hadits)

Istilah yang dipakai dalam Al-Quran dan hadits untuk bekerja adalah “amal.” Menurut Prof Dr KH All Yafie, “kata amal mengandung pengertian segala apa yang diperbuat atau dikerjakan seseorang, apakah Itu khairon atau shallhan (baik) maupun syarron atau suan (buruk/Jahat). Dari sini Juga dapat difahami bahwa kata “sha-lih” adalah predikat dari amal atau kualitas kerja (kerja, usaha yang berkualitas). Oleh sebab Itu setiap kerja adalah amal, dan Islam mengarahkan setiap orang untuk berbuat atau melakukan amal (kerja) yang berkualitas (shalih).

Tujuan Umum Bekerja

Ada beberapa tujuan orang bekerja antara lain untuk mendapatkan nafkah. Dengan itu, orang berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup sandang, pangan dan papan selain juga untuk membiayai pemeliharaan kesehatan. Dalam pandangan Islam, kebutuhan bisa diartikan sebagai hasrat manusia yang perlu dipenuhi atau dipuaskan. Kebutuhan bermacam-macam dan bertingkat-tingkat, namun secara umum dapat dibagi dalam tiga jenis sesuai dengan tingkat kepentingannya. Primer (dharwy). sekunder (hajlyal), dan tersier(kamaHyat). Al-Quran secara tegas menyebutkan ketiga macam kebutuhan primer Itu mengingatkan manusia pertama Nabi Adam dan Siti Hawa pada saat menginjakkan kakinya di bumi. Allah mengingatkan mereka berdua dalam QS Thaha 117-119.

Pandangan Islam terhadap pekerjaan amatlah positif. Manusia diperintahkan Allah untuk mencari rezki bukan hanya untuk mencukupi kebutuhannya tetapi Al-Quran memerintahkan untuk mencari apa yang diistilahkan fadhl Allah, yang secara harfiah berarti “kelebihan yang bersumbr dari Allah.” Salah satu ayat yang menunjuk masalah Ini adalah QS Al Jumuah 10 “Apabila kamu telah selesai shalat (Jumat) “maka bertebaranlah di bumi dan carilah fadhl (kelebihan rezki) Allah ba nyak-banyaklah mengingat Allah supaya kamu beruntung.” Dalam ayat tersebut dapat kita pahami bahwa terdapat relasi antara iman sebagai sistem nilai serta ide dengan amal shaleh yang merupakan realisasinya.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*
*