Ketika visioner agama datang ke rumahku
Mereka datang dengan berjalan kaki menghampiri ayah saya yang saat itu sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Ayah saya sedang dalam keadaan berkeringat kotor tengah mengangkat barang-barang dagangan toko di depan rumah (maklum karena lagi libur Imlek, jadi ayah memanfaat waktu tersebut untuk sekedar beres-beres merapikan toko kecil itu).
Ayah saya merasa bingung dengan maksud dan tujuan kedatangan mereka bertanya seperti itu. Kalau biasanya orang asing datang kerumah adalah sales, pembeli, penawar produk, pengemis, pengamen, atau yang berkaitan dengan penjualan yang ada di toko, tapi kali ini membahas tentang masalah kehidupan.
“Maaf, gak Pak, saya lagi sibuk” jawab sang Ayah dengan wajah mengkerut (ini untungnya kalau punya Ayah yang judes). Ayah saya menolak untuk ditanya-tanya seputar hal itu (tapi kalau ditanya harga ini itu tentang isi toko, pasti langsung dijawab).
Merasa curiga, saya yang saat itu tengah asik di ruang teras memegang smartphone Sonny Ericson Xperia X8 untuk menjawab pertanyaan para client (sebagai profesi pebisnis online) langsung menghampiri mereka yang sedang menawarkan jasanya untuk mendengarka percakapan selanjutnya.
“Ini Pak, coba Bapak lihat, siapa tahu bacaan ini dapat membantu Bapak.” kata pria itu sambil menyodorkan/memperlihatkan 4 kertas yang dibawanya itu.
Lanjut, Pria itu pun membacakan keempat judul kertas yang dibawanya dengan harapan agar Ayah saya tertarik untuk sekedar mendengarkan ataupun membacanya. (Saya tidak begitu ingat apa saja judulnya).
Ayah saya menolak, “Gak lah, gak usah”, jawab Ayah saat terdiam sejenak sambil setengah tanggung mengangkat barang dagangan sebari melihat pria itu (kalau sedang capek, ayah saya sedikit lebih tempramen dari biasanya).
Kedua lelaki itu tetap memaksakan diri melakukan apapun agar menarik perhatian ayahku untuk mau berkonsultasi masalah kehidupannya kepada dia. Namun Ayah saya tetap menolaknya karena memang sedang sibuk. “Hmm…,coba Bapak pilih salah satu dari ini untuk dibaca nanti” sambil menyodorkan 4 kertas tadi, kali ini lebih dekat, agar judul tersebut terbaca oleh Ayah saya dan dipilih.
Tanpa pikir panjang, ayah saya memilih satu dari 4 kertas tulisan tersebut. “Yang ini” ujarnya.
“Oh, yang ini? oke Pak, ini silakan dibaca”, ujar pria itu.
“Udah, titipin anak saya aja”, kata Ayah (ketauan sibuk banget, sampe gk mau ngambil ataupun baca) agar pria itu menitipkan tulisan yang dipilih tadi dengan harapan supaya mereka segera meninggalkan kami (Saya & Ayah) secepatnya.
Dari awal saya memang sudah curiga dengannya, apalagi sejak mereka membacakan judul-judul tulisa itu.
“Ini mas, Bapaknya nitip ini katanya, nanti mau dibaca” kata pria itu sambil memberikan kertasnya kepada saya.
Saya tadinya ingin menolak, namun kurang sopan rasanya kalau saya langsung menolaknya. Akhirnya saya pegang kertas itu, lalu dibuka sebentar (kertasnya berlipat dua). Sepintas, saya melihat ada tulisan “M*tius” dibagian isi cerita tersebut, langsung saya tutup dan saya kembalikan ke tangan pria itu (gk ada 5 detik, judulnya aja gk sempet saya baca).
Langsung saya tanya kepada pria itu, “Emang Bapak dari mana?”
“Saya dari Kotabumi” kata pria yang satu lagi.
Saya padahal menginginkan jawaban dari mana organisasi mereka atau lembaga apa, tapi mereka malah menjawabnya dengan lokasi tempat, yaitu “kotabumi” (salah satu nama daerah di wilayah Tangerang).
Dalam pikir saya waktu itu ada dua pilihan, yaitu mengajaknya berdebat antara agama saya dan agama mereka (padahal iman islam saya masih kurang) atau menyuruhnya segera keluar. Saya memang tengah mempelajari seluruh agama samawi, jadi walaupun hanya membaca sepintas, saya sudah tahu. Karena saya juga sedang sibuk ingin melakukan sesuatu, jadi saya putuskan untuk segera mengakhiri perbincangan.
“Gak, makasih”, kata saya sambil menyodorkan tangan ke arah luar (cara halus mengusir orang).
“Tadi Bapaknya nitip ini” kata pria itu.
“Gak makasih” kata saya lagi sambil menyodorkan tangan ke arah luar.
“Oh, mas udah pernah dapet ini?”
Saya terus bilang, “gak makasih” tetap menyodorkan tangan ke arah luar.
Akhirnya mereka pergi.
Setelah mereka pergi, saya langsung menjelaskan kepada Ayah saya tentang maksud dan tujuan mereka ke sini.
Dari kejadian ini saya merasa bersyukur, pasalnya meskipun iman & ketaqwaan saya ini tergolong lemah (merendah diri), saya mampu menolak visi dari agama lain yang mengajak saya untuk masuk ke agama mereka.
Bagi Anda umat muslim, dengan adanya tulisan ini saya berharap agar Anda bisa menghindari ajakan visi agama lain. Karena sesungguhnya agama yang benar disisi Allah, hanyalah agama Islam
rumah dijual
7 Maret 2012 at 17:52tapi kita tetep harus mengharagai agama lain. kepercayaan orang kan beda".:D